Oleh; Sutriani
Keluarga Baru Vita
Ternyata Vita masih saja
sedih. Semestinya tidak harus seperti itu yang Vita lakukan, agar hidupnya
menjadi bertambah gairah dan semangat. Kepergian ayahnya membuat Vita harus
bekerja keras membantu ibunya. Ayahnya meninggal semenjak Vita lulus SMA.
Sebenarnya Vita ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan
menjadi anak yang dapat dibanggakan kedua orang tuanya. Apa lah daya, takdir
memang tidak dapat ditentukan manusia, begitu pun Vita dan ibunya kepergian
ayahnya bukan suatu harapan bagi mereka. Very adiknya yang baru saja dapat
merangkak selalu saja menagis meminta susu. Pendapatan Vita tidak sebanding
dengan apa yang dibutuhkan dalam setiap harinya. Vita dan ibunya bergantian
bekerja sebagai pembantu rumah tangga di salah satu rumah orang kaya tetangga
sebelahnya. Adiknya setiap hari diasuh secara bergantian. Sampai kapan hidupku
merasa terbebani seperti ini ..? ‘’tanya Vita dalam hati’’. Vita tidak biasanya
mengeluh seperti itu, mungkin karena kesedihan benar-benar dirasakannya. Vita
di setiap hari-harinya selalu merindukan sosok sang ayah. Gadis seusia Vita
sangat sayang sakali, memiliki harapan dan cita-cita tinggi namun keadaan yang
membuatnya harus seperti ini. Kepergian ayahnya meninggalkan banyak sekali
kenangan, dilihatnya sebuah asbak rokok yang terbuat dari tanah liat itu tampak
jelas dan masih ada di atas meja. Vita hanya menangis, seolah-olah ayahnya
masih ada teringat juga semua jerih payah ayahnya selama bekerja sebagai
penggali emas. Sesaat kemudian Vita bergegas dan sadar, bahwa tidak akan
menyesali semua yang telah terjadi itu. Ayahku dapat melakukan semuanya untuk
mencukupi kebutuhan keluargaku,mengapa aku tidak?,’’ gambaran ayahnya sebagai inspirasi
yang membuatnya sejenak Vita sadar. Mulai hari ini semangatku takkan pernah
luntur, tidak akan menyerah, insyaallah Tuhan selalu memberiku kemudahan.
Sambil menggenggam ke dua tangan yang kemudian diketuk-ketukkan di dadanya.
Seperti biasanya, Vita hari itu bergantian mulai bekerja
sebagai pembantu di rumah tetangganya, dengan semangat yang luar biasa membuat
aura Vita tampak ceria. Sebelum berangkat diciumnya dengan penuh kasih sayang
ke dua pipi Very adiknya. Da..da...very sayang.., kakak kerja dulu ya?. ‘’Bu, Vita
berangkat kerja dulu ya bu, Assalamualaikum. Ibu Vita merasa senang melihat
Vita hari itu tidak seperi biasanya. Ada apa dengan anakku?,’’ ibunya hanya
bertanya-tanya’’. Vita termasuk anak yang rajin, pemilik rumah itu pun tidak
pernah memarahi Vita atau pun mengeluh dengan hasil pekerjaan Vita. Keluarga
Vita meski penghasilannya biasa-biasa saja,
tetapi dibalik itu Vita memiliki harapan yang tinggi. Berbeda dengan
pemilik rumah kaya ini. Anaknya yang kedua hanya menghabiskan waktunya untuk
bersantai dan bersenang-senang selama hidupnya. Padahal usia anak laki-laki
tuan rumah itu sudah dewasa. Sungguh sayang sekali, tidak memanfaatkan harta
yang ada untuk mengejar cita-cita. Vita hanya dapat menghayal andaikan dia di
posisi anak tuan rumah itu, mungkin gelar sarjana hampir diraihnya. Hem..
tetapi Vita tetap bersyukur dengan keadaan yang saat ini dialaminya. Hidup
sederhana bersama adik dan ibunya.
Tidak heran jika setiap
pagi Vita berangkat bekerja, Aldi anak bu Fatma selalu saja baru pulang dari
main dan matanya merah berjalan pun sempoyongan. Sepertinya setiap malam
kerjanya hanya mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Vita menjadi penasaran, bagaimana bu Fatma dalam
mendidik anaknya kok sampai-sampai anaknya seperti ini setiap hari. Karena Vita
tidak dapat menahan rasa penasarany dengan berani Vita mendekati bu Fatma yang
sedang duduk-duduk di ruang TV. Sudah selesai pekerjaannmu Vit? ‘’tanya bu
Fatma dengan ramah,’’. Sini lo duduk dekat ibu, ini acaranya kok bagus-bagus ya
Vit, sini..sini. Ada kue juga ini dimakan Vit. Kemarin ibu arisan jadi pulang
dibawain kue sama bu Maya, enak lo Vit sini dimakan. Jangan malu-malu biasa
saja di rumah ini Vit. Makasih bu.., ibu baik sekali, tapi kebetulan saya masih
kenyang bu, tadi sebelum berangkat ke sini sudah sarapan di rumah. Em..mas Aldi
bekerjanya lembur terus ya bu, kok setiap pagi baru pulang. Kasihan mas Aldi ya
bu, ‘’tanya Vita dengan pura-pura tidak tahu’’. Bu Fatma pun tidak segera
menjawab pertanyaan Vita, justru raut wajah bu Fatma seperti marah dan kesal.
Akhirnya Vita merasa bersalah dan minta maaf kepada bu Fatma,’’ Bu maafkan Vita
bu sudah lancang menanyakan hal yang tidak semestinya Vita tanyakan, maafkan
Vita bu. Tidak Vita, ibu tidak marah. Hanya apa yang kamu nilai tentang Aldi
anak ibu, tidak sama sekali benar Vita. Seperti itu lah Aldi selama ini. Shalat
tidak pernah mau, disuruh kuliah tidak mau. Ibu heran Vita. Ayahnya juga sudah
tidak berani menasehati Aldi. Benart-benar anak yang durhaka dia. Kalau
dinasehati dia menawarkan untuk mengusir ayah dan ibunya. Kami berdua hanya
bisa mendiamkan saja, sampai kapan dia bisa bertahan seperti itu, biarlah Vita.
Sungguh ibumu bahagia sekali mendapatkan anak seperti kamu. Baik, sopan, shaleh
ibu jadi kengan Leona anak pertama ibu. Mbak Leona itu sudah menikah, sekarang
hidup dan tinggal bersama suaminya. Suasana siang hari itu menjadi akrab antara
Vita dan bu Fatma. Tiba-tiba dari kamar, Aldi ke luar dan Vita merasa takut
melihatnya. Bu..Vita takut melihat Mas Aldi bu. Sudah..biarkan saja wong setiap
hari dia seperti itu Vit, bergadang bersama teman-temannya. Entah sudah habis
berapa botol minuman saja anak itu. Komunikasi antara ayahnya dan ibu terhadap dia pun tidak seakrab yang dulu.
Beberapa hari ini Vita
menggantikan ibunya untuk mengasuh adiknya dirumah dan ibunya yang bergantian
bekerja di rumah bu Fatma. Selama itu Vita tidak bercerita tentang perasaan bu
Fatma yang sebenarnya, karena mungkin ibunya sudah lebih mengetahui sifat Aldi
anak bu Fatma itu. Biar pun saat ini hidup keluarganya harus memulai dari awal
tanpa pendapatan seorang ayah, yang penting bagi Vita bersama keluarga
menjalani dengan kasih sayang itu saja sudah lebih dari cukup. Vita...vita..,
buka pintunya nak, cepet sayang..! ‘’Vita dengan bergegas kemudian membuka
pintu’’. Ada apa bu..? ada apa? Vita.., Aldi anak bu Fatma..,e...Aldi...anak
bu..,iya bu, mas Aldi bu ada apa dengan mas Aldi bu? ‘’Sambil menghela nafas
dan ibu Vita akhrinya menjelaskan kepada Vita’’. Begini Vita, tadi pagi ibu
melihat nak Aldi baru pulang entah dari mana. Bu Fatma juga tidak menanyakan
dari mana nak Aldi pulang. Setelah ibu selesai menyapu halaman depan bu Fatma,
dari kamar nak Aldi tedengar suara meminta tolong. Bu Fatma tidak menghiraukan
suara itu dan ibu pun tidak berani masuk kamar nak Aldi. Suara itu kemudian
berhenti, dan tidak terulang sama sekali. Dua jam kemudian ibu masuk kamar nak
Aldi, inalillahi nak Aldi meninggal dunia Vita, sepertinya kecanduan narkoba
dan situasi sedang sakau tidak dapat tertolong lagi. Sekarang cepat kamu ganti
baju, dan kita akan ke rumah bu Fatma.
Banyak orang yang
berdatangan di rumah bu Fatma, mereka ikut berbela sungkawa atas kepergian Aldi
anak bu Fatma. Kini bu Fatma di rumah hanya tinggal bersama suaminya, Via dan
Vani kedua anak kembarnya yang masih duduk di sekolah dasar. Pak Risdam suami
bu Fatma memutuskan agar keluarga Vita bisa tinggal di rumahnya selama-lamanya.
Supaya Very adiknya, selalu ada di dekat ibunya meski pun setiap kali ibu Vita
dan Vita bekerja. Anggaplah ini keluarga baru bu...,’’ungkap suami bu Fatma
dengan tulus’’. Karena saya dan istri saya sangat senang jika ada yang merawat
si kembar. Saat ini saya sering ke luar kota untuk mengurusi pekerjaan, jadi
anak-anak biar tidak kesepian sepertinya sayang juga Via dan Vani dengan Very. Biar Vita kursus menjahit saya yang akan
membiayainya bu. Siapa tahu Vita memiliki bakat dan menjadi pengusaha sukses
nantinya. Amin pak.., terimakasih pak, terima kasih banyak. Kini Vita pun memiliki
keluarga baru dan hidup bahagia. Keluarga bu Fatma selama Vita dan keluarganya
tinggal di sana tidak pernah sedikit pun menyinggung perasaan mereka. Vita dan
keluarganya sangat bersyukur, karena kini diberi kemudahan dalam hidupnya.
***Sekian***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar