Jumat, 02 November 2012

Penerapan Kritik Satra Feminis Terhadap Novel Indonesia


PENERAPAN KRITIK SASTRA FEMINIS
TERHADAP NOVEL-NOVEL INDONESIA
Cara kerja kritik sastra feminis secara metodologi mengikuti kritik sastra pada umumnya. Secara sistematik kegiatan diawali dengan kegiatan sebagai berikut:
a.       Memilih dan membaca karya sastra yang akan dianalisis dan dinilai.
b.      Menentukan fokus masalah yang sesuai dengan perspektif kritik sastra feminis.
c.       Melakukan kajian pustaka untuk memahami sejumlah konsep teoretik yang berhubungan dengan fokus masalah yang akan dipahami dan tulisan kritikus maupun peneliti sebelumnya yang membahasa masalah yang sama atau mirip.
d.      Mengumpulkan data primer maupun sekunder yang releven dengan fokus masalah yang akan dianalisis.
e.       Menganalisis data dengan menggunakan perspektif kritik sastra feminis
f.       Menginterpretasikan dan memberi penilaian terhadap hasil penelitian sesuai dengan ragam kritk sastra feminis yang dipilih.
g.      Menulis laporan kritik sastra menggunakan dengan bahasa yang sesuai dengan media yang kan dipilih untuk memplubikasikan.
Penerapan Kritik Sastra Feminis terhadap Novel-novel Indonesia
a.      Latar Belakang Masalah
Penyataan dapat dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang adanya hubungan antara kara sastra dengan kenyataan. Seperti dikemukakan oleh Teeuw (1984:228) bahwa ada hubungan ketegangan antara kenyataan dan rekaan dalam roman (novel).
b.      Tujuan
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan citraan perlawanan simbolis yang terwujud dalam ideologi kesetaraan gender yang diangkat dalam sejumlah novel indonesia-terhadap hegemoni patriarkat dalam bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
c.       Manfaat Penelitian
Hasil kajian diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi masyarakat pembaca, khususnya mahasiswa, dosen, dan peneliti, sebagai salah satu sarana penyadaran kesetaraan gender di bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
d.      Kajian Pustaska.
Dalam penelitian ‘’ Pasca Kolonialitas dan Si Feminin dalam Sastra Indonesia Modern,’’(Hatley,2006) dikaji sejumlah novel Indonesia 1920-an sampai novel Saman karya Ayu Utami, dengan fokus bagaimana perempuan dikonstruksi dalam karya-karya tersebut. Dari kajiannya, Hetley menyimpulkan bahwa apa yang ditulis oleh penulis-penulis wanita pribumi mengenai pengalaman wanita Indonesia pada masa kolonial/pascakolonial, yang dijajarkan dengan pelukisan oleh penulis-penulis pria, menunjukkan jawaban kreatif dan penuh semengat dari wanita terhadap kesempatan-kesempatan yang dibuka oleh kontak kolonial untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan gaya Eropa, berpartisipasi dalam proyek nasionalis, dan membangun rumah tangga yang modern.
e.       Kajian Teori
Novel sebagai Sarana Pencitraan Perlawanan Simbolis melalui sebuah karya sastra
1)      Perlawanan yang dilakukan (novel) merupakan perlawanan yang bersifat simbolis. Hal ini karena perlawanan tersebut dilakukan melalui kata-kata gagasan yang diungkapkan dalam sebuah novel. Sebagai mana dikemukakan oleh Damono (dalam Kratz, peny) bahwa sastra mencerminkan persoalan sosial yang ada di dalam masyarakat.
2)      Hegemoni Patriarkat dalam Ranah Privat dan Publik.
Dalam konteks gender dikemukakan bahwa hubungan antara perempuan dan laki-laki, serta pembagian peran sosial dan privat antara perempuan dengan laki-laki telah diatur oleh sebuah ideologi gender yang dikenal dengan istilah patriarkat. Patriarkat adalah sistem hubungan antara jenis kelamin yang dilandasi hukum kebapakan. Walby (1989:213-220) menjelaskan bahwa patriarkat adalah sebuah sistem dari struktur sosial, praktik yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan, menindas, dan mengeksplolitas perempuan. Hegemoni patriarkat dalam ranah domestik tampak disosialisasikan melalui Panca Dharma Wanita. Di dalamnya dikemukakan bahwa wanita sebagai: 1) pendamping suami, 2) ibu sebagai pendidik dan pembina generasi muda, 3) pengatur ekonomi rumah tangga, 4) pencari nafkah tambahan, 5) anggota masyarakat terutama organisasi wanita, badan-badan sosial yang intinya menyumbangkan tenaga kepada masyarakat sebagai relawan.

3)      Kritik Sastra Feminis
Kritik sastra feminis merupakan salah satu ragam kritik sastra (kajian sastra) yang mendasarkan pada pemikiran feminisme yang mengiginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi perempuan, baik sebagai penulis maupuun dalam karya sastra-karya sastranya.lahirnya kritik sastra feminis tidak dapat dipisahkan dari gerakan feminisme yang pada awalnya muncul di Amerika Serikat pada 1700-an (Madsen,2000: 1).
f.       Cara Penelitian
Penelitian ini menngunakan metode yang bersifat deskriptif kualitatif. Metode deskriptif dapat diuraikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
g.      Sumber Data
Sumber data ditentukan secara purposive, yaitu novel-novel yang secara intens mengangkat isu pentingya pendidikan dan peran permpuan di sektor publik, yaitu Siti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, Kehilangan Mestika (1935) karya Hamidah, Layar Terkembang (1936) karya Sultan Alisyahbana. Data dicatat dalam kartu data dan diklasifikasikan sesuai dengan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Analisis data dengan teknik deskriptif kualitatif untuk menemukan adanya perlawanan simbolis, melalui ideologi yang diangkat dalam sejunlah novel ‘’In’’ ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan dan peran perempuan Indonesia di sektor publik.
h.      Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif melalui kegiatan kategorisasi, tabulasi, dan inferensi. Kategorisasi digunakan untuk mengelompokkan data berdasarkan kategori yang telah ditetapkan. Tabulasi digunakan untuk merangkum keseluruhan data dalam bentuk tabel. Inferensi digunakan untuk menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil penelitian sesuai dengan permasalahan penelitan.
i.        Hasil Analisis
1)      Perlawanan Simbolis terhadap Tradisi Pingitan dengan pendidikan bagi perempuan.
Pingitan adalah sebuah tradisi yang ada di beberapa masyarakat di Indonesia yang mengharuskan seorang anak perempuan berumur 12 tahun harus tinggal di rumah, sampai mendapatkan jodohnya. Di samping harus berhadapan dengan tradisi pingitan yang berlaku tidak hanya di Jawa tetapi juga daerah lain di luar Jawa, seperti yang tergambar dalam sejumlah novel (Azab dan Sengsara, Siti Nurbaya,Kehilangan Mestika), para perempuan yang akan belajar di sekolah juga terkendala oleh jumlah sekolah yang masijh terbatas, yang tidak semuanya dapat dimasuki oleh perempuan.
2)      Perlawanan Simbolis terhadap Domestikasi Perempuan dengan Masuknya Perempuan ke Arena Publik.
Masuknya perempuan ke arena publik menunjukkan adanya perlawanan terhadap kultur patriarkat yang menempatkan perempuan di ranah privat. Dengan masuk ke arena publik perempuan telah berusaha merekontruksi sejarah hidupnya, dengan membangun identitas baru bagi dirinya, tidak hanya sebagai istri/ibu, tetapi juga sebagai pekerja dan perempuan karier.
3)      Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlawanan terhadap hegemoni patriarat dilakukan melalui perjuangan para perempuan untuk mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan dan peran di ranah publik, baik sebagai perempuan bekerja maupun aktivis organisasi perempuan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar