PENERAPAN KRITIK SASTRA FEMINIS
TERHADAP NOVEL-NOVEL INDONESIA
Cara
kerja kritik sastra feminis secara metodologi mengikuti kritik sastra pada
umumnya. Secara sistematik kegiatan diawali dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Memilih
dan membaca karya sastra yang akan dianalisis dan dinilai.
b. Menentukan
fokus masalah yang sesuai dengan perspektif kritik sastra feminis.
c. Melakukan
kajian pustaka untuk memahami sejumlah konsep teoretik yang berhubungan dengan
fokus masalah yang akan dipahami dan tulisan kritikus maupun peneliti
sebelumnya yang membahasa masalah yang sama atau mirip.
d. Mengumpulkan
data primer maupun sekunder yang releven dengan fokus masalah yang akan
dianalisis.
e. Menganalisis
data dengan menggunakan perspektif kritik sastra feminis
f. Menginterpretasikan
dan memberi penilaian terhadap hasil penelitian sesuai dengan ragam kritk
sastra feminis yang dipilih.
g. Menulis
laporan kritik sastra menggunakan dengan bahasa yang sesuai dengan media yang
kan dipilih untuk memplubikasikan.
Penerapan
Kritik Sastra Feminis terhadap Novel-novel Indonesia
a.
Latar
Belakang Masalah
Penyataan
dapat dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang adanya hubungan antara kara
sastra dengan kenyataan. Seperti dikemukakan oleh Teeuw (1984:228) bahwa ada
hubungan ketegangan antara kenyataan dan rekaan dalam roman (novel).
b.
Tujuan
Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menginterpretasikan
citraan perlawanan simbolis yang terwujud dalam ideologi kesetaraan gender yang
diangkat dalam sejumlah novel indonesia-terhadap hegemoni patriarkat dalam
bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
c.
Manfaat
Penelitian
Hasil
kajian diharapkan dapat memeberikan manfaat bagi masyarakat pembaca, khususnya
mahasiswa, dosen, dan peneliti, sebagai salah satu sarana penyadaran kesetaraan
gender di bidang pendidikan dan peran perempuan di sektor publik.
d.
Kajian
Pustaska.
Dalam
penelitian ‘’ Pasca Kolonialitas dan Si Feminin dalam Sastra Indonesia
Modern,’’(Hatley,2006) dikaji sejumlah novel Indonesia 1920-an sampai novel Saman karya Ayu Utami, dengan fokus
bagaimana perempuan dikonstruksi dalam karya-karya tersebut. Dari kajiannya,
Hetley menyimpulkan bahwa apa yang ditulis oleh penulis-penulis wanita pribumi
mengenai pengalaman wanita Indonesia pada masa kolonial/pascakolonial, yang
dijajarkan dengan pelukisan oleh penulis-penulis pria, menunjukkan jawaban
kreatif dan penuh semengat dari wanita terhadap kesempatan-kesempatan yang
dibuka oleh kontak kolonial untuk memperoleh pendidikan dan pekerjaan gaya
Eropa, berpartisipasi dalam proyek nasionalis, dan membangun rumah tangga yang
modern.
e.
Kajian
Teori
Novel sebagai Sarana
Pencitraan Perlawanan Simbolis melalui sebuah karya sastra
1) Perlawanan
yang dilakukan (novel) merupakan perlawanan yang bersifat simbolis. Hal ini
karena perlawanan tersebut dilakukan melalui kata-kata gagasan yang diungkapkan
dalam sebuah novel. Sebagai mana dikemukakan oleh Damono (dalam Kratz, peny)
bahwa sastra mencerminkan persoalan sosial yang ada di dalam masyarakat.
2) Hegemoni
Patriarkat dalam Ranah Privat dan Publik.
Dalam konteks gender
dikemukakan bahwa hubungan antara perempuan dan laki-laki, serta pembagian
peran sosial dan privat antara perempuan dengan laki-laki telah diatur oleh
sebuah ideologi gender yang dikenal dengan istilah patriarkat. Patriarkat
adalah sistem hubungan antara jenis kelamin yang dilandasi hukum kebapakan.
Walby (1989:213-220) menjelaskan bahwa patriarkat adalah sebuah sistem dari
struktur sosial, praktik yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan,
menindas, dan mengeksplolitas perempuan. Hegemoni patriarkat dalam ranah
domestik tampak disosialisasikan melalui Panca Dharma Wanita. Di dalamnya dikemukakan
bahwa wanita sebagai: 1) pendamping suami, 2) ibu sebagai pendidik dan pembina
generasi muda, 3) pengatur ekonomi rumah tangga, 4) pencari nafkah tambahan, 5)
anggota masyarakat terutama organisasi wanita, badan-badan sosial yang intinya
menyumbangkan tenaga kepada masyarakat sebagai relawan.
3) Kritik
Sastra Feminis
Kritik sastra feminis
merupakan salah satu ragam kritik sastra (kajian sastra) yang mendasarkan pada
pemikiran feminisme yang mengiginkan adanya keadilan dalam memandang eksistensi
perempuan, baik sebagai penulis maupuun dalam karya sastra-karya
sastranya.lahirnya kritik sastra feminis tidak dapat dipisahkan dari gerakan
feminisme yang pada awalnya muncul di Amerika Serikat pada 1700-an
(Madsen,2000: 1).
f.
Cara
Penelitian
Penelitian
ini menngunakan metode yang bersifat deskriptif kualitatif. Metode deskriptif
dapat diuraikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya.
g.
Sumber
Data
Sumber
data ditentukan secara purposive, yaitu novel-novel yang secara intens mengangkat
isu pentingya pendidikan dan peran permpuan di sektor publik, yaitu Siti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, Kehilangan Mestika (1935) karya Hamidah,
Layar Terkembang (1936) karya Sultan
Alisyahbana. Data dicatat dalam kartu data dan diklasifikasikan sesuai dengan
informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Analisis data dengan
teknik deskriptif kualitatif untuk menemukan adanya perlawanan simbolis,
melalui ideologi yang diangkat dalam sejunlah novel ‘’In’’ ketidakadilan gender
dalam bidang pendidikan dan peran perempuan Indonesia di sektor publik.
h.
Analisis
Data
Analisis
data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif melalui kegiatan
kategorisasi, tabulasi, dan inferensi. Kategorisasi digunakan untuk
mengelompokkan data berdasarkan kategori yang telah ditetapkan. Tabulasi
digunakan untuk merangkum keseluruhan data dalam bentuk tabel. Inferensi digunakan
untuk menginterpretasikan dan menyimpulkan hasil penelitian sesuai dengan
permasalahan penelitan.
i.
Hasil
Analisis
1) Perlawanan
Simbolis terhadap Tradisi Pingitan dengan pendidikan bagi perempuan.
Pingitan adalah sebuah
tradisi yang ada di beberapa masyarakat di Indonesia yang mengharuskan seorang
anak perempuan berumur 12 tahun harus tinggal di rumah, sampai mendapatkan
jodohnya. Di samping harus berhadapan dengan tradisi pingitan yang berlaku
tidak hanya di Jawa tetapi juga daerah lain di luar Jawa, seperti yang
tergambar dalam sejumlah novel (Azab dan
Sengsara, Siti Nurbaya,Kehilangan Mestika), para perempuan yang akan
belajar di sekolah juga terkendala oleh jumlah sekolah yang masijh terbatas,
yang tidak semuanya dapat dimasuki oleh perempuan.
2) Perlawanan
Simbolis terhadap Domestikasi Perempuan dengan Masuknya Perempuan ke Arena
Publik.
Masuknya perempuan ke
arena publik menunjukkan adanya perlawanan terhadap kultur patriarkat yang
menempatkan perempuan di ranah privat. Dengan masuk ke arena publik perempuan
telah berusaha merekontruksi sejarah hidupnya, dengan membangun identitas baru
bagi dirinya, tidak hanya sebagai istri/ibu, tetapi juga sebagai pekerja dan
perempuan karier.
3) Simpulan
Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa perlawanan terhadap hegemoni
patriarat dilakukan melalui perjuangan para perempuan untuk mendapatkan
kesempatan menempuh pendidikan dan peran di ranah publik, baik sebagai
perempuan bekerja maupun aktivis organisasi perempuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar